REDAKSI88.COM— Peribahasa merupakan ala bertutur lama yang kini mulai terpinggirkan dan terlupakan. Hanya kaum tradisional yang umumnya masih mengunakan, menjaga peribahasa warisan budaya nenek moyang Melayu Bengkulu lama tersebut.

Generasi 2000-an mungkin saja pernah mendengar, tapi enggan mengungkap makna daripada majas yang terlontar dari ungkapan orangtua. Padahal peribahasa Melayu Bengkulu lama itu ibarat “Qur,an buruk (usang)”. Ndak dibuang takut doso, ndak dibaco la cabikmencabik. Simpan tula penyudahannyo”.    

Tidak itu saja, ironisnya generasi zaman kini di Tanah Melayu Bengkulu, acap kali keliru persepsi terhadap peribahasa yang ada. Ini akibat pragmatisme dan menganggap kini eranya berkata jelas, tegas dan tidak ‘melambing’.   

Akibatnya, generasi Melayu Bengkulu baru tersebut di atas, kurang mengenal bahkan enggan mengetahui kata kiasan dari peribahasa yang lama ada. Akibatnya, peribahasa diartikan dengan apa yang terungkap, tersingkap saja. 

Tutur beradab    

Menyimak Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, peribahasa memiliki dua pengertian. Pertama, peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu. 

Kedua, peribahasa merupakan ungkapan atau kalimat ringkas, padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.

Peribahasa itu sendiri merupakan perumpamaan dalam perbandingan makna yang sangat jelas bila diamati.  Apalagi peribahasa perkataan seolah-olah, ibarat, bak, seperti, laksana, macam, bagai dan umpama.

Karena budaya dalam majas (Satu bentuk gaya bahasa) itu tak diajarkan, dijelaskan maka, mereka menangkap persepsi negatif dari peribahasa yang ada, akibat abai akan makna kiasan tak pernah dijelaskan. 

Lantas, bagaimana peribahasa baru akan muncul dan membudaya, kalaulah  peribahasa lama saja tak pernah mau diungkap?

Konon orang tua Melayu Bengkulu jarang marah dengan ungkapan yang tak senonoh kecuali khilaf. Ini tentunya peran dari berperibahasa dalam menyampaikan, mengutarakan sesuatu, agar penuh makna. Apalagi dengan acap bertutur dengan berperibahasa dapat memperhalus kata, mempertajam rasa dengan beragam makna. 

Peribahasa juga memiliki peran untuk mengkomunikasikan kebijaksanaan, pengetahuan dan pengalaman sepanjang Generasi Melayu Bengkulu lama dari berbagai sisi kehidupan. 

Terkadang, peribahasa Melayu Bengkulu lama acapkali mengadopsi atau menyerap dari peribahasa serumpun lainya, di luar Provinsi Bengkulu. Itu karena ada persamaan situasi maupun kondisi, dengan pemaknaan ungkapan yang agak berbeda.

Peribahasa Melayu Bengkulu lama

Dari sekian banyak peribahasa Melayu Bengkulu lama yang ada, penulis memetik beberapa peribahasa yang cukup populer saja dan mengungkap makna peribahasa Melayu Bengkulu tersebut: 

1.“Lubuk Kecik Buayo Banyak (Lubuk Kecil Buayanya Banyak)”. Ini merupakan peribahasa lama yang populer kisaran Tahun 60-70-an dan ingin menunjukan bahwasanya Tanah Bengkulu kala itu merupakan kota kecil dengan peluang keuntungan  yang diperebutkan banyak orang. 

Analogi merujuk pada pada kota Bengkulu lama yang yang berlahan gambut, dibelah banyak anak sungai. Kala itu buaya masih banyak di anak sungai, mereka memperebutkan lubang (Lubuk) tempat ikan yang ada. 

Situasi dan kondisi Bengkulu lama kala itu maka timbulah ungkapan peribahasa dan tidak berkonotasi negatif tapi kompetitif. Bila saat ini peribahasa dikonotasikan negatif, wajar karena pemaknaan itu sifatnya dinamis.