Bila itu dihubungkan dengan Bendera Merah Putih yang sempat dijahit oleh Ibu Agung Fatmawati, bukankah benderah kita tak di pikirkan, apalagi di jahit atau di rajut di kota Bengkulu?

Tentu kita paham, meskipun “Cik Tau tapi Cik selow. Kendak bubu ikan masuk. Kendak ikan kelak dulu”. Monumen Ibu Agung Fatmawati sudah tecancang  di Simpang (Sempang) Lima Ratu Samban.

Biarlah tetap seperti anak negeri ini menyebut Simpang yang di tautkan nama pahlawan yang diberi gelar Ratu Samban itu.  Tetap monumen Ibu Agung duduk ditengah Simpang Lima Ratu Samban.

Tetaplah mengunakan nama simpang yang bermuatan lokal dengan nama para mantan Walikota Bengkulu yang harum dan berprestasi. Tentunya dengan simpang  yang belum bernama dan populer di lidah masyarakat.

Bila simpang itu berada di wilayah Suku Lembak, sebaiknya lakukan musyawarah, tautkan nama pahlawan dari Suku Lembak saja. Begitu juga di wilayah Melayu kota Bengkulu.

Biarkan saja sebutan seperti Tugu Dhol di dekat Bank Indonesia menjadi sebutan yang telah lama masyarakat biasa mengucapkannya.

Nama Tugu Dhol kan keren tu!  Termasuk nama simpang yang populer dan unik lainnya. Biarkan Bengkulu berjuluk kota Semarak yang unik dan terkesan Bengkulu kota Marlborough.

Biarkan Kota Bengkulu tetap menjadi negeri kenangan bagi warganya, termasuk adik sanak yang jauh dirantau. Jangan lagi kita membabatbingkas sejarah dan peradaban yang sudah dan pernah ada. Baiknya lakukan musyawarah dari berbagai lini, agar keputusan yang diambil pihak yang lagi berkuasa tidak “ngejut-ngejut aja”.

*Penulis  Pemerhati Sejarah dan Budaya Bengkulu