Sikap saling tolak itu tentunya membuat kebingungan dan mengancam keberadaan bukit dan situs bersejarah yang ada. Meskipun Bukit Papak Paderi kini keberadaannya tinggal separuh, pasca dipapas untuk pembangunan jalan era Gubernur Bengkulu Hasan Zein sekira 19 tahun lalu.

Melihat  tidak adanya koordinasi dan ‘ogah’ berkolaborasi antara Pemerintah Provinsi Bengkulu dengan Pemerintah  Kota, tokoh masyarakat  Bengkulu yang tinggal di Jakarta, Benny Suharto menyayangkan  jika tidak tercipta koordinasi dan kolaborasi antar pemerintah provinsi dan kota. 

“Terlepas itu menyangkut otonomi daerah, tapi saya rasa untuk  Provinsi Bengkulu dari Kabupaten Mukomuko hingga Kaur,  berbagai pihak harus punya tanggung jawab.  Khusus soal Tapak Paderi yang  tebingnya mengalami  longsor,  kini terkendala soal itu kewenangan kepemilikan  apakah  areal  Pemprov atau Pemkot Bengkulu, ini tentunya  menyedihkan”, ujar  Benny Suharto yang kini  politisi dan Bendahara Umum DPP  Partai Ummat saat dihubungi via Hp seluler nya.  

Benny Suharto berharap berbagai pihak, jangan sampai mempolitisir perbedaan kewenangan ini. Dorong pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten  agar  tetap dalam koordinasi dan berkolaborasi  membangun, mengentaskan keterpurukan yang ada. Apalagi  kini pandemi belum juga berakhir.    

“Seperti yang saya katakan beberapa waktu lalu, hal-hal yang krusial seperti pengelolaan situs sejarah dan budaya yang ada, perlu dipublish hingga masyarakat luar tahu. Karena ini untuk daerah. Jangan soal keburukan seperti kasus ijazah diributkan dan malu kita”, ungkap Benny sembari tertawa. (bb)