Jiwa yang bertanggungjawab sebagai pengembala profesionalitas dan proporsionalitas, yang menjalankan tugas suci  sebagai wartawan daerah di bagian barat Pulau Sumatera.  Lupa kalau wartawan itu hanya bisa dihargai  karena kompetensinya, bukan yang lainnya.

“Kasta atau tingkatan status serta derajat sosial seorang wartawan itu bisa dilihat sesuai kompetensinya”. Begitu kata tokoh pers Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar.

Ada tingkatan kemajuan seorang wartawan dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya. Mulai dari reporter atau wartawan pemula, dengan bentuk tulisan biasa, hingga mampu membuat opini, artikel yang akhirnya menjadi wartawan senior. Wartawan yang dapat menulis buku karya ilmiah populer. Inilah yang kita maksud kompetensi dan merupakan mahkota dari wartawan.

“Berhalusinasi sesekali mungkin diperlukan. Tapi jangan kelamaan. Berhalusinasi sering berakhir dengan kondisi lemah lunglai, akibat klimaks tak berujung”, ungkap penyair tak bernama.

Selama dua dasawarsa lebih mengarungi dunia kewartawanan, kenapa belum menjadi hartawan? Inilah menjadi pemikiran dan berkecamuknya antara kebutuhan, ideal dan harapan terhadap buku,  sebagai mahkotanya seorang wartawan.

Sementara aktivitas jurnalistik yang kita geluti, berada  di perusahaan pers pada akhir Tahun 2020 dan berada di Provinsi Bengkulu.  Kita acap lupa perbedaan antara wartawan dan pengusaha media, apalagi di era media online kini, pengusaha media juga berpredikat wartawan.

*/Dewan Pakar JMSI Provinsi Bengkulu