Menurut tambo (kisah yang meriwayatkan tentang asal usul dan kejadian masa lalu yang terjadi di Minangkabau), tradisi ini berlangsung dari peran Syekh Burhanuddin (pembawa ajaran Islam di Minangkabau). 

Saat itu Syekh Burhanuddin melakukan perjalanan ke daerah pesisir Minangkabau untuk menyampaikan agama Islam serta bersilaturahmi ke rumah penduduk. 

Dari kunjungannya, masyarakat sering memberikan makanan yang masih diragukan kehalalannya. Dia pun menyarankan kepada masyarakat yang dikunjungi agar mencari bambu.

Kemudian mengalasnya dengan daun pisang muda. Setelah itu dimasukan beras ketan putih dan santan, selanjutnya dipanggang diatas tungku kayu bakar. 

Syekh Burhanuddin pun menyarankan kepada setiap masyarakat agar menyajikan makanan lamang ini menjadi simbol makanan yang dihidangkan dalam silaturahim.

Cara pengolahan lemang

Biasanya sebelum dilakukan proses malamang, ibu-ibu mencari buluh (bambu) dan daun pisang. Selanjutnya bambu dipotong dan dibersihkan luar dalamnya. 

Kemudian daun pisang dilayukan dengan api kecil. Seterusnya daun pisang dimasukan ke dalam bambu yang sudah dipotong.

Selanjutnya beras ketan putih dicuci hingga bersih dicampur dengan santan kelapa, terus dimasukan ke dalam bambu yang sudah dipersiapkan. 

Cara memasaknya adalah dengan mendirikan batang bambu lemang di atas tungku khusus pembakaran lebih kurang 6 sampai 8 jam.