Bila kita mau realistis, komitmen itu dapat dicampakan, pupus bila ada kepentingan perut yang mendesak. Saat perut sudah berteriak minta tolong dan tak ada pertolongan, maka tembok tebal yang kita tahu tak mungkin hancur kita tabrak, maka kita akan coba tabrak.

Pertanyaannya, apa, kapan dan bagaimana idealisme itu dapat digunakan, dan bagaimana dengan sikap realistis?

Jangan sampai seperti kata pepatah, “Berburu ke padang datar dapat rusa belang kaki. Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi” atau pepatah lama Bengkulu, “Rumah kecik idak bepagar, rumah gedang idak bepagu. Masih kecik idak belajar, la gedang idak pulo beguru”.

Realistis merupakan sikap yang adil terhadap hak. Disini banyak kajian, hitungan yang harus kita lakukan. Sehingga idealisme yang cenderung taklid tadi tidak mensia-siakan perjalanan hidup ini.

Karena kita hidup di dunia nyata, bukan dunia khayal. Kita hidup, bukan mimpi dalam hidup. Sudah banyak korban idealisme tersia-siakan karena tidak realistis, sehingga disebut buyanisme.

(Penulis adalah wartawan senior dan pemerhati sejarah Bengkulu)