Site icon Redaksi88.com

Kafarat ‘Uzhma dan Cara Membayar Dendanya

Ilustrasi.

REDAKSI88.COM– Seorang Muslim yang sengaja merusak puasanya di bulan Ramadhan dengan sengaja melakukan senggama atau jima, wajib menjalankan kafarat ‘uzhma.

Dalam syariat Islam, seorang Muslim dilarang melakukan jima pada siang hari di bulan puasa Ramadhan meski itu pasangan halalnya sendiri.

Bilamana seorang Muslim masih tetap melakukan jima ini, maka kepadanya akan diberikan sanksi yakni kafarat ‘uzhma.

Namun begitu, kafarat ‘uzhma tidak dijatuhkan sanksi kepada seorang mukmin yang membatalkan puasa dengan hal lain seperti makanan, baru berhubungan badan.

Adapun penebusan ‘uzhma yang wajib dilakukan, pertama, membebaskan budak perempuan yang beriman. Kedua, jika tidak mampu, ia berpuasa dua bulan berturut-turut. 

Ketiga, jika tidak mampu, ia memberikan makanan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu lumpur atau sekitar sepertiga liter. 

Kafarat tersebut berdasarkan hadis sahih berikut ini: Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. 

Dia berkata, “Bebaskan seorang budak seperti seorang wanita.” Laki-laki itu menjawab, “Saya tidak mampu membelinya.” 

Beliau berkata lagi, “Puasa dua bulan berturut-turut.” Laki-laki itu menjawab lagi, “Saya tidak mampu membelinya.” 

Beliau bersabda lagi, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR. al-Bukhari).

Sementara itu, salah satu ulama fiqih, Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami, salah satu ulama Syafi’i, dalam kitabnya Matan Safinatun Najah, seperti kutipan berikut:

Selain mengqadha puasa, orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan sehari penuh juga harus dikenakan kafarat dan siksa yang besar dengan melakukan hubungan badan secara sempurna, sehingga ia berdosa atas puasanya.

Artinya, “Selain qadha, juga wajib kafarat ‘uzhma disertai ta‘zir bagi orang yang merusak puasanya di bulan Ramadhan sehari penuh dengan senggama yang sesungguhnya dan dengan senggama itu pelakunya berdosa karena puasanya.” (Lihat: Syekh Salim bin Sumair, Safinatun Najah, Terbitan Darul Ihya, cetakan pertama, tanpa tahun, halaman 112).

Exit mobile version