Oleh : Once Mukhlisin, S.H

Baru-baru ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sepakat mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-undang (UU). Meskipun dua fraksi di DPR-RI menolak dan satu fraksi setuju dengan syarat. Lalu mengapa pemerintah seakan begitu ‘ngotot’ dalam mengesahkan RUU Omnibus Law ini menjadi UU, apa urgensinya dan kepentingan siapa ?

Sebelum menjawab kepentingan siapa, mari  kita lihat alasan pemerintah serta pasal-pasal yang kontroversial di dalam UU Omnibus law Cipta Kerja ini. Menurut pemerintah, pengesahan UU Omnibus Law Cipta kerja tersebut ‘katanya’ agar bisa menarik investasi sebanyak mungkin ke Indonesia. 

Dengan demikian, maka peluang pekerjaan semakin banyak di negeri ini dan rakyat akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat di Indonesia. Namun, jika kita lihat isi dari undang-undang tersebut banyak sekali perbedaan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003. 

Sebab, begitu banyak Pasal-pasal yang menguntungkan para buruh dihapuskan bahkan diganti. Sehingga dengan adanya UU Omnibus Law ini dirasa sangat merugikan para kalangan buruh, sebagai contoh pasal-pasal kontroversial dalam UU Omnibus Law ini adalah aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja. Penghapusan ini tercantum dalam Pasal 81 angka 29 UU Cipta Kerja yang menghapus Pasal 91 UU Ketenagakerjaan.

Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan, atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh. Atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan. Namun, dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.