Oleh: Once Mukhlisin SH

67 hari sudah pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilaksanakan termasuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Namun setelah lebih dari 2 bulan pasca pesta demokrasi itu diadakan, gonjang ganjing Pilkada masih terdengar nyaring  sampai saat ini. 

Kedai-kedai, media sosial masih hiruk pikuk berbicara tentang pemilihan bupati pesisir selatan, penduduk, relawan bahkan simpatisan masih bersitegang melakukan perdebatan dengan memelihara egoisme masing-masing. 

Sehingga acapkali melanggar batas keadaban sebagai saudara seiman sebangsa dan setanah air. Hujatan cacian dan  makian seringkali berdebat hanya karena berbeda pilihan, tidak tanggung-tanggung cacian tersebut bukan lagi tertuju kepada kelompok atau tim. Tetapi seringkali tertuju kepada personal seseorang. 

Mengapa kita berdemokrasi seperti anak-anak yang kalah dalam permainan kelereng? Bukankah demokrasi mengajarkan kita perbedaan, bukankah demokrasi mengajarkan kita adab dan akhlak dan bukankah demokrasi telah memberikan kita mandat yang sebelumnya mandat tersebut tak pernah kita dapat.

Lalu, hari ini ketika mandat sudah kita pegang melalui demokrasi lantas mengapa kita saling injak agar yang lain beranjak. Kita runut ke belakang bukankah demokrasi merupakan sebuah kontak Pandora bagi kita selaku rakyat bawah. 

Dulu sebelum ada demokrasi di negeri ini bukankah nepotisme, otoriterisme merajalela dan hari ini ketika demokrasi sudah kita terapkan mengapa kita sering melupakan nilai-nilai keadaban?