REDAKSI88.com – Soal kewenangan klinik GM Waras yang berada di Desa Girimulya Kecamatan Girimulya Kabupaten Bengkulu Utara merawat pasien positif  Covid-19 sarat dipertanyakan. Pasalnya, SY (50) merupakan pasien positif  Covid-19 warga Desa Suka Makmur kecamatan setempat yang dirawat klinik berakhir meninggal dunia. 

Dimana informasi terhimpun pada 10 Agustus 2021, SY (50) dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes swab antigen oleh pihak klinik GM Waras.

Pimpinan Klinik GM Waras, dr Diky Mariska mengatakan, sebenarnya bukan masalah, kewenangan pihaknya memang bukan di klinik. kalau masalah izin, pihaknya tidak dijelaskan secara objektif. 

“Objektif kami dari dinas sudah tidak ada masalah sebenarnya, dengan keluarga yang bersangkutan yang almarhumah juga tidak ada masalah. Masalah ini clear,” ujarnya, (1/9). 

Namun diakui dr Diky, sebenarnya klinik tidak menangani dan merawat pasien yang positif  Covid-19 dan memang tidak ada dalam peraturan. Akan tetapi, kata dr Diky, kondisi saat itu memang tidak ada pilihan lain. 

“Daripada kita menelantarkan pasien meninggal dunia di rumah, terpaksa kita terima untuk dilakukan observasi. Ini sudah dilakukan klarifikasi, melakukan observasi boleh. Sambil kita menunggu tempat dan ada oksigen di rumah sakit, seperti itu yang kita lakukan”.

“Namanya takdir, kita sudah berusaha untuk menerima pasien dan meninggal di tempat kami, mau gimana. Daripada pasien pulang tidak kami terima dan terbengkalai di rumah malah menyebabkan penyakit, menjadi masalah baru bagi klinik kami,” terangnya. 

Dikatakan pula oleh dr Diky, pihaknya terpaksa menerima pasien dengan kondisi keluarganya mencari oksigen sendiri, dan memang saat itu tidak ada oksigen sama sekali di kliniknya. 

Pertama kali datang berobat ke kliniknya kondisi pasien terkonfirmasi positif Covid-19 ini dalam kondisi sehat. Pasien dilakukan observasi sehari, lalu pasien pulang ke rumahnya. Kemudian pasien datang lagi dalam kondisi parah. 

“Nah itulah fungsinya kami membantu, dia pulang tambah parah bukan sembuh dan rumah sakit tidak menerima. Dia datang kesini dalam kondisi oksigen rendah dan terpaksa keluarganya yang mencari oksigen karena kami klinik tidak ada oksigen,” jelasnya. 

Disinggung, mengapa pihak klinik tidak melaporkan sejak awal pasien positif Covid-19 ini ke Satgas desa maupun kecamatan pada saat pasien masuk ke kliniknya. dr Diky mengatakan, lantaran masih dalam penanganan kliniknya, maka pasien belum dilaporkan ke Satgas Covid-19. 

Akan tetapi, pasca pasien meninggal dunia barulah pihak klinik melaporkan ke Satgas Covid-19 kecamatan. Ia mengatakan, karena masih dalam naungan klinik, begitu juga, kata dia, kalau rumah sakit tidak akan melaporkan ke Puskesmas atau kecamatan. 

“Kalau mereka merawat pasien ya sama, kalau klinik merawat pasien dalam naungan kami, ya kami rawat dulu. Setelah keluar kami tidak melaporkan itu lebih berbahaya karena mereka sudah pulang, kalau dalam naungan kita barulah kita laporkan,”  tambahnya. 

Selain itu, dr Diky pun mencontohkan, dengan rumah sakit Charitas meski tidak merawat mereka melaporkan, begitu juga rumah sakit apakah juga melaporkan. Nanti rumah sakit melaporkan pada saat pasien sudah pulang. Pada saat di dalam perawatan, mereka naungi terlebih dahulu. 

“Kita lakukan observasi terlebih dahulu, dalam kondisi seperti itu tidak ada tempat sama sekali. Dan saat itu pun mau kita kirim ke rumah sakit, tapi rumah sakit menolak terus. Saat ini saja tidak ada pasien Covid-19, karena rumah sakit sudah ada oksigennya dan sudah mulai berkurang pasien Covid-19 mereka mau menerima,” kata dr Diky. 

Kembali disinggung, perawatan pasien Covid-19 yang ditangani Kliniknya menggunakan ruangan seperti apa, dr Diky mengatakan, Kliniknya menggunakan ruangan tersendiri, ruangan khusus untuk ruangan isolasi positif tidak boleh digabung-gabung. 

Saat dicecar dengan pertanyakan oleh awak media, berarti Klinik menyediakan ruangan, dr Diky membantah, “Enggak, enggak ada, kita mau gimana.” 

Sementara itu, terkait dengan penolakan rujukan pasien positif  Covid-19 dari klinik GM Waras beberapa waktu lalu ke rumah sakit. Dikatakan dr Diky, persoalannya rumah sakit saat itu penuh dan juga kekosongan oksigen. Hal ini, berkaitan dengan pasien Covid-19 yang meninggal saat itu memang butuh oksigen. 

“Setiap kami konfirmasi ke rumah sakit, bahwa berapa oksigen satu durasinya, kalau misalkan dalam kondisi sesak kami tidak bisa menerima. Kalau kami kirim kondisi terpaksa, kami dimarah juga sama rumah sakit, karena kalau tidak ada oksigen kenapa dikirim.”

“Kalau memastikan tidak ada oksigen, tanyakan dengan Dinas Kesehatan bukan ke saya, saya sudah koordinasikan memang tidak ada. Jadi beda-beda, kadang penuh ada oksigen, ada ruangan tapi tidak ada oksigen, itu yang terjadi selama pandemi ini ya,” paparnya. 

Lebih jauh dikatakan dr Diky, pihaknya menangani pasien positif Covid19 ini karena rasa kemanusiaan semata, sebelumnya keluarga pasien sudah ke Puskesmas dan disuruh pulang dan saat itu rumah sakit penuh juga dan akhirnya datang ke klinik. 

“Saya bantu seadanya sesuai dengan kondisi apa adanya klinik kami, dengan perlengkapan APD kami, pasien kami swab. Terus rumah sakit di klarifikasi tidak ada tempat. Tanggal 15 datang dan tanggal 17 pasien meninggal. Itu datang yang keduanya sebelum dilakukan observasi dan sudah dilaporkan.” pungkas dr Diky. [red]