Oleh: Syamsurizal

Santernya kolom kosong yang membayangi Pemilukada Kabupaten Bengkulu Utara, istilah ini mulai dimunculkan. Mengingat dalam proses jelang Pemilukada untuk memilih pemimpin berkualitas dan yang mampu mengemban amanah rakyat.

Kolom kosong sebuah pilihan yang akan hadir pemungutan suara dalam beberapa yurisdiksi, atau organisasi yang dirancang untuk mengijinkan pemilih untuk menyatakan ketidaksetujuan terhadap para kandidat dalam sebuah sistem pemungutan suara.

Menariknya, kolom kosong ini dihadapkan dengan pasangan calon Petahana. Meskipun kolom kosong sudah diamanatkan dalam regulasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 mengatur pemilihan kepala daerah, Pasal 54C. 

Pertanyaannya adalah? Apakah kolom kosong salah satu dari tujuan demokrasi yang terpimpin. Meskipun, kolom kosong tidak ada larangan di dalam sistim demokrasi di Indonesia. Seolah-olah kolom kosong sebagai pemenuhan atau kebijakan yang dapat menyelesaikan persoalan rakyat.

Dikatakan kolom kosong karena tidak ada rival dalam pemilihan. Dan tidak ada calon yang diusung partai politik untuk pemenuhan kursi di parlemen. Lantas apakah kolom kosong sebuah wacana tidak dapat diubah? Lagi-lagi persoalan ini menjadi pelik lantaran sudah ada aturan yang mengikat.