Site icon Redaksi88.com

Mengenal Tradisi Meugang di Aceh Sejak 400 Tahun Lalu

Mengenal Tradisi Meugang di Aceh Sejak 400 Tahun Lalu. (Foto/bandaacehkota.go.id)

REDAKSI88.COM– Tradisi Meugang atau Mak Meugang adalah tradisi menyembelih kurban berupa kambing atau sapi yang biasa dilakukan masyarakat Aceh menjelang bulan Ramadhan.

Tradisi menyembelih kurban berupa kambing atau sapi biasanya juga dilakukan menjelang hari raya Idul Adha dan idul Fitri.

Jadi, dalam satu tahun tradisi Meugang dilakukan masyarakat Aceh sebanyak tiga kali. Selain kambing dan sapi, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek.

Meugang adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat dan yatim piatu.

Biasanya masyarakat memasak daging di rumah, setelah itu membawanya ke masjid untuk makan bersama tetangga dan warga yang lain.

Seperti dilansir Redaksi88.com dari berbagai sumber, tradisi Meugang sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu, dimulai sejak masa Kerajaan Aceh.

Kala itu (1607-1636 Masehi), Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah banyak dan dagingnya dibagikan secara gratis kepada seluruh rakyatnya.

Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya dan rasa terima kasih kepada rakyatnya. 

Setelah Kerajaan Aceh ditaklukan oleh Belanda pada tahun 1873 tradisi ini tidak lagi dilaksanakan oleh raja.

Namun, karena hal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh, Mak Meugang tetap dilaksanakan hingga saat ini dalam kondisi apapun.

Tradisi Meugang juga dimanfaatkan oleh pahlawan Aceh dalam bergerilya, yakni daging sapi dan kambing diawetkan untuk perbekalan.

Setiap perayaan Meugang, seluruh keluarga atau rumah tangga memasak daging dan disantap oleh seisi rumah. Pantang jika keluarga tidak memasak daging pada hari Meugang. 

Meugang memiliki nilai religius karena dilakukan pada hari-hari suci umat Islam. Masyarakat Aceh percaya bahwa nafkah yang dicari selama 11 bulan wajib disyukuri dalam bentuk tradisi Meugang.

Tradisi “Makmeugang” atau “Meugang” bagi masyarakat Aceh telah menjadi budaya. Meugang tetap dilaksanakan bagi masyarakat Aceh meskipun tidak menetap di negerinya.

Menurut Sejarawan Aceh

Sejarawan Aceh, Tarmizi Abdul Hamid alias Cek Midi, menjelaskan tradisi meugang sudah berlangsung sejak 400 tahun lalu. 

Tradisi ini berawal dari kesultanan Aceh pada saat itu.”Dalam literatur buku ‘Singa Aceh’ dijelaskan bahwa sultan sangat mencintai rakyatnya baik fakir miskin ataupun kaum dhuafa,”

Orang yang tidak mampu di masa itu menjadi tanggung jawab sultan. Dia kemudian mengeluarkan satu qanun (hukum) yang mengatur tentang pelaksanaan meugang. 

Qanun yang dikeluarkan oleh sultan kala itu diberi nama ‘Meukuta Alam’. Pada Bab II pasal 47 qanun disebutkan, Sultan Aceh secara turun temurun memerintahkan Qadhi Mu’azzam Khazanah Balai Silaturahmi.

Yaitu mengambil dirham, kain-kain, kerbau dan sapi dipotong di hari Meugang. Lalu dibagi-bagikan daging kepada fakir miskin, dhuafa, dan orang berkebutuhan khusus.

Exit mobile version